BAB III
MENGENAL
KUTUBUT TIS’AH
A. Kitab
Shahih al-Bukhāri
Kitab “Shahih h al-Bukhāri” judul
lengkapnya adalah Al-Jāmi al-Musnad alMukhta ar min Umūr Rasulillāh wa Sunanih
wa Ayyamih.” Kitab ini disusun selama enam belas tahun, dimulai saat Imam
al-Bukhari berada di Masjid al-Haram, Mekah, dan diselesaikan di Masjid Nabawi
Madinah. Menurut Ibnu Shalah dan al-Nawawi kitab ini berisi 7.275 hadis,
dikarenakan banyak yang diulang dan jika tidak diulang, jumlah hadis yang ada
di dalamnya sebanyak 4.000 buah hadis. Jumlah hadis sebanyak itu disusun oleh
Imam al-Bukhari dan gurunya Syaikh Ishaq yang merupakan hasil saringan dari
satu juta hadis yang diriwayatkan oleh 80.000 orang rawi.
Imam al-Bukhari terkenal memiliki daya
hafal yang sangat tinggi. Semua hadis yang beliau koleksi dari berbagai kota dan
dari puluhan ribu rawi tersebut mampu beliau hafal. Namun tidak semua hadis
yang beliau hafal kemudian diriwayatkan dan dituangkan dalam kitabnya,
melainkan diseleksi terlebih dahulu secara ketat dengan menetapkan
syarat-syarat. Beliau sangat cermat dan teliti. Selain itu, setiap kali hendak
menulis hadis dalam kitabnya, beliau mandi dan shalat istikharah dua rekaat
terlebih dahulu untuk meyakinkan bahwa hadis yang akan ditulis benar-benar
shahih.
Kitab shahih al-Bukhari ditulis secara
sistematis. Hadis-hadis di dalamnya dikelompokkan berdasarkan topik-topik yang
lazim dipergunakan dalam sistematika penulisan kitab fikih. Hanya saja kitab
hadis itu diawali dengan pembahasan tentang wahyu dan diakhiri dengan
pembahasan tentang tauhid. Kitab ini dibagi dalam seratus bagian dan setiap
bagiannya terdiri atas beberapa bab. Dalam setiap bab terhimpun hadis-hadis
yang berbicara tentang topik yang sama. Hadis-hadis tersebut ditulis lengkap
beserta sanadnya.
Imam al-Bukhari menetapkan syarat-syarat
yang harus dipenuhi oleh sebuah hadis untuk dapat disebut sebagai hadis shahih.
Syarat-syarat yang ditetapkan oleh Imam al-Bukhari sebagai berikut;
1. Perawinya harus seorang muslim, adiq (jujur), berakal sehat, tidak mudallis
(berbohong), menipu dan mengada-ada, tidak mukhtali (mencampuradukkan hak dan batil), nilai-nilai
utama dan nilai-nilai yang rendah, serta bergaul dengan orang-orang jahat pada
satu kesempatan, dan orang-orang baik pada kesempatan lain, „adil, ẓabi atau kuat daya ingatnya, sehat pancaindera,
tidak suka ragu-ragu, dan memiliki i‟tikad baik dalam meriwayatkan hadis.
2. Sanadnya bersambung sampai kepada Nabi saw.
3. Matannya tidak syaż (menyimpang dari ajaran
agama yang benar) dan tidak ber‟illat (cacat secara akli maupun hati nurani).
4. Perawi hadis harus mu‟a irah (satu masa),
liqa (bertemu langsung/bertatap muka), dan
ubut sima‟ihi (mendengar langsung secara pasti dari gurunya).
Selain itu, Imam al-Bukhari hanya berpegang
kepada perawi-perawi hadis yang memiliki integritas kepribadian dan kualifikasi
persyaratan yang tertinggi. Murid-murid Imam Ibnu Syihab az-Zuhri misalnya,
oleh Imam al-Bukhari dibagi ke dalam lima tingkatan ( abaqat).
Tingkatan pertama, mereka yang memiliki
sifat adil, kuat hafalan, teliti, jujur, dan lama menyertai az-Zuhri, seperti
Malik dan Sufyan bin Uyainah. Tingkatan kedua, memiliki sifat yang sama dengan
tingkatan pertama hanya saja tidak lama menyertai az-Zuhri, seperti al-Auza‟i,
dan al-Laits bin Sa‟ad. Tingkatan ketiga, mereka yang memiliki kualifikasi di
bawah tingkatan kedua, seperti Ja‟far bin Barqan dan am‟ah bin Shalih. Tingkatan yang keempat dan
kelima adalah mereka yang tercela atau majruh dan lemah. Dalam meriwayatkan
hadis Imam al-Bukhari hanya memilih perawi tingkatan pertama dan hanya sedikit
dari tingkatan kedua. Beliau sama sekali tidak meriwayatkan hadis dari para
perawi yang berada pada tingkatan ketiga, keempat, dan kelima.
Kitab Shahih al-Bukhari ini laksana cahaya
yang terang benderang, melebihi terangnya sinar matahari. Kaum muslimin, bahkan
para ulama menilai kitab ini sebagai kitab yang luar biasa. Imam Muslim
misalnya, beliau banyak mengambil faedah dari karya agung ini. Beliau
mengatakan bahwa karya ini tidak ada tandingannya dalam ilmu hadis. Imam
al-Nawawi mengatakan dalam muqaddimah Syarah Shahih Muslim, “Para ulama sepakat
bahwa buku yang paling shahih setelah al-Qur‟an adalah dua kitab shahih, Shahih
Al Bukhari dan Shahih Muslim.”
Cukuplah pengakuan para imam ahli hadis ini
menunjukkan keagungan kitab ini. Abu Ja‟far Mahmud bin Amr al-Uqaili
rahimahullah mengisahkan ketika al-Bukhari menulis kitab shahih ini, beliau
membacakannya kepada Imam Ahmad, Imam Yahya bin Main, Imam Ali bin al-Madini,
juga selain mereka. Maka mereka mempersaksikan tentang keshahihan hadis-hadis
yang ada.
Kitab Shahih al-Bukhari selain sangat
berguna bagi umat Islam, ia mampu menginspirasi para ulama yang lain untuk
berkarya. Sebagai bukti, banyak ulama ulama ahli hadis yang juga menyusun kitab
sejenis dengannya. Selain itu, ada pula ulama yang menyusun kitab-kitab syarah,
sebagai pemapar dan penjelas, dari kitab Shahih al-Bukhari. Adapun kitab-kitab
yang men-syarah (memaparkan dan menjelaskan) Shahih al-Bukhari ada 82 buah,
antara lain:
·
Kitab Umdatul Qari Syarh ah h al-Bukhāri oleh al-Allamah Badruddin al-
Aini.
·
Kitab at-Tanq h, karya Badruddin az-Zarkasyi.
·
Kitab at-Tausy h, karangan Jalaluddin as-Suyuthi.
·
Kitab A‟lamu al-Sunan, karangan al-Khaththabi.
·
Kitab Fath al-Bari Syarh ahih al-Bukhāri oleh al-Hafidz Ibnu Hajar
al-Asqalani.
·
Kitab Syarh al-Bukhāri oleh Ibnu Baththal dan
lain-lain.
Kitab induk dari syarah Shahih al-Bukhari adalah Fathul Bari karangan
alAsqalani. Sedangkan sebaik-baiknya ringkasan (mukhta ar) dari Shahih
al-Bukhari adalah at-Tajr du al- ah h yang disusun oleh Husain ibn al-Mubarak.